Tugas Softskill (Bahasa
Indonesia)
Artikel Ketidaktepatan

NAMA: ELIAN SANDY
NPM: 12113859
KELAS: 3KA29
Artikel Ketidaktepatan
Bahasa Pada Surat Kabar
Kalimat: Hanya,
Orang Tua-Anak Kandung
Surat kabar Pikiran Rakyat Bandung pada halaman pertama (3/7) memuat
berita mengenai pecahnya persaudaraan karena rebutan warisan. Saya kutip
kalimat kedua pada alinea kedua (ini versi cetak, sedangkan versi online
sudah dikoreksi) adalah sebagai berikut : “Hanya lantaran harta yang diwariskan orangtuanya, dua
anak kandungnya berseteru hingga berujung di Pengadilan”. Ada dua hal yang
perlu kita cermati pada kalimat itu. Pertama, penggunaan kata ‘hanya’. Dan
kedua pada kata ‘orangtua dan anak kandung’. Kata ‘hanya’ di sana menjadi tidak
tepat karena nilai warisan yang
diperebutkan bukan 100 atau 200 juta rupiah, namun 70 milyar rupiah. Bandingkan
dengan berita lain tentang pertengkaran antar saudara kandung yang berujung
pada kematian karena memperebutkan warisan yang nilainya jauh lebih kecil.
Sekali lagi kata ‘hanya’ semestinya tidak perlu ada. Hal kedua yang saya anggap
tidak tepat adalah pilihan kata ‘orangtua dan anak kandung’. Menyandingkan dua
kata itu menjadi hal yang sangat lumrah dalam pemberitaan. Bahkan banyak judul
berita menggunakannya. Misalnya: Ayah dan anak merampok, Paman melecehkan
keponakan, Ibu dan anak terlibat perselingkuhan,dan lain-lain.
Penggunaan kata keterangan itu menjadi tidak tepat pengertiannya karena tidak jelas menunjuk pada siapa dengan siapa. Sebagai perbandingan, ketika seseorang ditanya seorang pendatang (berjalan kaki, atau naik sepeda motor) tentang dimana tempatnya Kantor Pos terdekat misalnya (minta ancar-ancar untuk didatangi), maka jawabannya akan menunjuk pada satu tempat yang pasti (perempatan jalan, jembatan, pasar, masjid, nama gedung yang lebih tinggi/besar/terkenal, atau lebih mudah digambarkan dari jauh, atau tanda-tanda lain), tambahan: jalan terus/lurus sekitar 20 meter lagi, belok ke kanan/utara, di belakangnya, dan keterangan lain serupa itu. Dengan harus ada satu hal dulu sebagai acuan (untuk berita di atas dapat disebut nama/inisial, profesi atau ciri lainnya) dan baru kemudian menyebutkan kata keterangan, hubungan kekerabatan, dan sebagainya. Dengan kata lain semestinya kalimat di atas diubah menjadi : “Lantaran harta yang diwariskan Abdul Kadir Djafar (almarhum), dua anak kandungnya berseteru hingga berujung di Pengadilan”, atau “Lantaran harta yang diwariskan orangtuanya, Abdul Halim Kadir (adik) dengan Abdul Rauf Kadir (kakak) berseteru hingga berujung di pengadilan”. Catatan: Kata ‘hanya’ dihilangkan (kata ‘hanya’ mestinya dipakai bila didahului dengan angka lebih besar sebagai pembanding). Kata ‘dan’ yang memisahkan antara dua nama anak kandung itu digantikan dengan kata ‘dengan’. Penjelasannya dengan contoh: ‘Budi dan Dadang berkelahi di sekolah’, mestinya ‘Budi dengan Dadang berkelahi. . . .’. Hal ini akan terlihat jelas ketika Budi dibantu dua orang temannya, kalimatnya menjadi : ‘Budi, Adi, dan Didi dengan Dadang bekelahi’.
Penggunaan kata keterangan itu menjadi tidak tepat pengertiannya karena tidak jelas menunjuk pada siapa dengan siapa. Sebagai perbandingan, ketika seseorang ditanya seorang pendatang (berjalan kaki, atau naik sepeda motor) tentang dimana tempatnya Kantor Pos terdekat misalnya (minta ancar-ancar untuk didatangi), maka jawabannya akan menunjuk pada satu tempat yang pasti (perempatan jalan, jembatan, pasar, masjid, nama gedung yang lebih tinggi/besar/terkenal, atau lebih mudah digambarkan dari jauh, atau tanda-tanda lain), tambahan: jalan terus/lurus sekitar 20 meter lagi, belok ke kanan/utara, di belakangnya, dan keterangan lain serupa itu. Dengan harus ada satu hal dulu sebagai acuan (untuk berita di atas dapat disebut nama/inisial, profesi atau ciri lainnya) dan baru kemudian menyebutkan kata keterangan, hubungan kekerabatan, dan sebagainya. Dengan kata lain semestinya kalimat di atas diubah menjadi : “Lantaran harta yang diwariskan Abdul Kadir Djafar (almarhum), dua anak kandungnya berseteru hingga berujung di Pengadilan”, atau “Lantaran harta yang diwariskan orangtuanya, Abdul Halim Kadir (adik) dengan Abdul Rauf Kadir (kakak) berseteru hingga berujung di pengadilan”. Catatan: Kata ‘hanya’ dihilangkan (kata ‘hanya’ mestinya dipakai bila didahului dengan angka lebih besar sebagai pembanding). Kata ‘dan’ yang memisahkan antara dua nama anak kandung itu digantikan dengan kata ‘dengan’. Penjelasannya dengan contoh: ‘Budi dan Dadang berkelahi di sekolah’, mestinya ‘Budi dengan Dadang berkelahi. . . .’. Hal ini akan terlihat jelas ketika Budi dibantu dua orang temannya, kalimatnya menjadi : ‘Budi, Adi, dan Didi dengan Dadang bekelahi’.
Beberapa koreksi lain masih sering terjadi kesalahan pada penggunaan
kata ‘tetapi dan namun’, terutama pada berita bencana, kecelakaan, dan kasus
kriminal. Kalimat yang hampir umum pada peristiwa kebakaran, diantaranya:
‘Tidak ada korban jiwa dalam kebakaran itu, tetapi kerugian ditaksir……..’.
Dengan mengunakan kata ‘tetapi’ secara tidak sadar penulis berita menyatakan
bahwa nilai nyawa/jiwa dalam kejadian tersebut lebih rendah dibandingkan dengan
nilai materi. Dan itu salah, Kalau dua anak kalimat itu memang harus
digabungkan maka dapat dipergunakan kata ‘sedangkan, sementara itu….’, yang
sifatnya menyetarakan. Penggunaan kata ‘bernilai’ pada berita ‘Penangkapan
Pengedar Uang Palsu’ juga masih sering terjadi. Jurnalis mestinya jeli/cermat
dalam menggunakan kata itu. Bila uang palsu itu masih beredar di tengah
masyarakat maka masih ‘bernilai sebagaimana nilai nominal yang tertera pada
angka pada lembaran uang’. Misalnya berita tentang perkiraan jumlah uang palsu
yang beredar. Namun bila sudah ditangan polisi, atau sudah terungkap sebagai
uang palsu, memberitakannya dengan menghitung jumlah lembarannya dan berapa
nilai nominalnya. Penggunakan kata ‘padahal’. Pada peristiwa kecelakaan
seringkali korban diberitakan sedang merencanakan suatu kegiatan tertentu
sebelum nyawa melayang. Pernah saya baca di surat kabar: ‘Korban tewas di rumah
sakit, padahal dua minggu lagi ia akan melangsungkan pernikahan…..’. Tentu
tidak mungkin si korban dihidupkan kembali (untuk kemudian dimatikan)
semata-mata karena ia mempunyai rencana tertentu. Penggunaan kata ‘merubah’.
Sudah banyak diingatkan bahwa kata dasarnya adalah ‘ubah’, sehingga bila
mendapatkan awal ‘me’ menjadi ‘mengubah’ bukan merubah. Karena tidak ada kata
dasar ‘rubah’; yang ada adalah hewan berkaki empat yang hidup di hutan benama
rubah.
KESIMPULAN
Pada dasarnya kita telah memahami
penggunaan kaidah tata bahasa Indonesia yang baik dan benar, akan tetapi ketika
kita berbicara seringkali kita tidak mengikuti kaidah/aturan dari tata bahasa
Indonesia yang baik dan benar dalam berkomunikasi sehari-hari. kita sering
menggunakan tata bahasa yang salah, sehingga bermula dari kesalahan-kesalahan
tersebut dapat menjadi sebuah kebiasaan dan hal tersebut menjadi membudaya dan
dibenarkan penggunaan dalam keseharian. Untuk itu sudah menjadi kewajiban kita
bersama untuk saling mengingatkan agar menggunakan kaidah tata bahasa yang baik
dan benar.Dengan menulis ini bukan berarti saya
tidak pernah membuat kesalahan dalam bahasa. Begitu saja koreksi untuk
perbaikan dari ketidaktepatan Bahasa pada surat kabar yang saya berikan, mohon
maaf jika ada kesalahan dalam penulisan artikel tersebut. Terima kasih,
Wassalammualikum WR WB .
Sumber:
http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2015/07/02/333281/sengketa-warisan-berujung-di-pengadilan