<marquee direction="left">Tugas Softskill Individu ( Artikel Ketidaktepatan Bahasa )</marquee> - Els Blog's

Sunday, January 3, 2016

Tugas Softskill Individu ( Artikel Ketidaktepatan Bahasa )

Tugas Softskill (Bahasa Indonesia)
Artikel Ketidaktepatan



NAMA: ELIAN SANDY
NPM: 12113859
KELAS: 3KA29


Artikel Ketidaktepatan Bahasa Pada Surat Kabar

Kalimat: Hanya, Orang Tua-Anak Kandung

               Surat kabar Pikiran Rakyat Bandung pada halaman pertama (3/7) memuat berita mengenai pecahnya persaudaraan karena rebutan warisan.  Saya kutip kalimat kedua pada alinea kedua (ini versi cetak, sedangkan versi  online sudah dikoreksi) adalah sebagai berikut : “Hanya lantaran harta yang diwariskan orangtuanya, dua anak kandungnya berseteru hingga berujung di Pengadilan”. Ada dua hal yang perlu kita cermati pada kalimat itu. Pertama, penggunaan kata ‘hanya’. Dan kedua pada kata ‘orangtua dan anak kandung’. Kata ‘hanya’ di sana menjadi tidak tepat  karena nilai warisan yang diperebutkan bukan 100 atau 200 juta rupiah, namun 70 milyar rupiah. Bandingkan dengan berita lain tentang pertengkaran antar saudara kandung yang berujung pada kematian karena memperebutkan warisan yang nilainya jauh lebih kecil. Sekali lagi kata ‘hanya’ semestinya tidak perlu ada. Hal kedua yang saya anggap tidak tepat adalah pilihan kata ‘orangtua dan anak kandung’. Menyandingkan dua kata itu menjadi hal yang sangat lumrah dalam pemberitaan. Bahkan banyak judul berita menggunakannya. Misalnya:  Ayah dan anak merampok, Paman melecehkan keponakan, Ibu dan anak terlibat perselingkuhan,dan lain-lain.
Penggunaan kata keterangan itu menjadi tidak tepat pengertiannya karena tidak jelas menunjuk pada siapa dengan siapa. Sebagai perbandingan, ketika seseorang ditanya seorang pendatang (berjalan kaki, atau naik sepeda motor) tentang dimana tempatnya Kantor Pos terdekat misalnya (minta ancar-ancar untuk didatangi), maka jawabannya akan menunjuk pada satu tempat yang pasti (perempatan jalan, jembatan, pasar, masjid,  nama gedung yang lebih tinggi/besar/terkenal, atau lebih mudah digambarkan dari jauh, atau tanda-tanda lain), tambahan: jalan terus/lurus  sekitar 20 meter lagi, belok ke kanan/utara, di belakangnya, dan keterangan lain serupa itu. Dengan harus ada satu hal dulu sebagai acuan (untuk berita di atas dapat disebut nama/inisial, profesi atau ciri lainnya) dan baru kemudian menyebutkan kata keterangan, hubungan kekerabatan, dan sebagainya. Dengan kata lain semestinya kalimat di atas diubah menjadi : “Lantaran harta yang diwariskan Abdul Kadir Djafar (almarhum), dua anak kandungnya berseteru hingga berujung di Pengadilan”, atau “Lantaran harta yang diwariskan orangtuanya, Abdul Halim Kadir (adik) dengan Abdul Rauf Kadir (kakak) berseteru hingga berujung di pengadilan”. Catatan: Kata ‘hanya’ dihilangkan (kata ‘hanya’ mestinya dipakai bila didahului dengan angka lebih besar sebagai pembanding). Kata ‘dan’ yang memisahkan antara dua nama anak kandung itu digantikan dengan kata ‘dengan’.  Penjelasannya dengan contoh: ‘Budi dan Dadang berkelahi di sekolah’, mestinya ‘Budi dengan Dadang berkelahi. . . .’. Hal ini akan terlihat jelas ketika Budi dibantu dua orang temannya, kalimatnya menjadi : ‘Budi, Adi, dan Didi dengan Dadang bekelahi’.
             Beberapa koreksi lain masih sering terjadi kesalahan pada penggunaan kata ‘tetapi dan namun’, terutama pada berita bencana, kecelakaan, dan kasus kriminal. Kalimat yang hampir umum pada peristiwa kebakaran, diantaranya: ‘Tidak ada korban jiwa dalam kebakaran itu, tetapi kerugian ditaksir……..’. Dengan mengunakan kata ‘tetapi’ secara tidak sadar penulis berita menyatakan bahwa nilai nyawa/jiwa dalam kejadian tersebut lebih rendah dibandingkan dengan nilai materi. Dan itu salah, Kalau dua anak kalimat itu memang harus digabungkan maka dapat dipergunakan kata ‘sedangkan, sementara itu….’, yang sifatnya menyetarakan. Penggunaan kata ‘bernilai’ pada berita ‘Penangkapan Pengedar Uang Palsu’ juga masih sering terjadi. Jurnalis mestinya jeli/cermat dalam menggunakan kata itu. Bila uang palsu itu masih beredar di tengah masyarakat maka masih ‘bernilai sebagaimana nilai nominal yang tertera pada angka pada lembaran uang’. Misalnya berita tentang perkiraan jumlah uang palsu yang beredar. Namun bila sudah ditangan polisi, atau sudah terungkap sebagai uang palsu, memberitakannya dengan menghitung jumlah lembarannya dan berapa nilai nominalnya. Penggunakan kata ‘padahal’. Pada peristiwa kecelakaan seringkali korban diberitakan sedang merencanakan suatu kegiatan tertentu sebelum nyawa melayang. Pernah saya baca di surat kabar: ‘Korban tewas di rumah sakit, padahal dua minggu lagi ia akan melangsungkan pernikahan…..’. Tentu tidak mungkin si korban dihidupkan kembali (untuk kemudian dimatikan) semata-mata karena ia mempunyai rencana tertentu. Penggunaan kata ‘merubah’. Sudah banyak diingatkan bahwa kata dasarnya adalah ‘ubah’, sehingga bila mendapatkan awal ‘me’ menjadi ‘mengubah’ bukan merubah. Karena tidak ada kata dasar ‘rubah’; yang ada adalah hewan berkaki empat yang hidup di hutan benama rubah.

KESIMPULAN
           Pada dasarnya kita telah memahami penggunaan kaidah tata bahasa Indonesia yang baik dan benar, akan tetapi ketika kita berbicara seringkali kita tidak mengikuti kaidah/aturan dari tata bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam berkomunikasi sehari-hari. kita sering menggunakan tata bahasa yang salah, sehingga bermula dari kesalahan-kesalahan tersebut dapat menjadi sebuah kebiasaan dan hal tersebut menjadi membudaya dan dibenarkan penggunaan dalam keseharian. Untuk itu sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk saling mengingatkan agar menggunakan kaidah tata bahasa yang baik dan benar.Dengan menulis ini bukan berarti saya tidak pernah membuat kesalahan dalam bahasa.  Begitu saja koreksi untuk perbaikan dari ketidaktepatan Bahasa pada surat kabar yang saya berikan, mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan artikel tersebut. Terima kasih, Wassalammualikum WR WB .


Sumber: